MUSLIMAH DALAM KETERASINGAN
Islam datang mencerahkan
dunia, meningkatkan martabat wanita pada tempat yang mulia dan
memberikan kedudukan yang tinggi yang sebelumnya jauh dan jatuh
diletakkan di dasar lembah yang gelap gulita, sejak kecil keberadaannya
di hinakan bahkan sebagian diantara mereka di kubur hidup-hidup, Allah
SWT mengabadikan sejarah ini dengan firmanNya
Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya,
Karena dosa apakah dia dibunuh (QS. At Takwir : 9-10)
Beranjak
dewasa hanya menjadi pemuas syahwat laki-laki durjana, sebagaimana
yang diceritakan wanita mulia, ibunda kita ‘Aisyah Radhiallhu’anhaa
dalam sunan Abi Daud tentang wanita yang menikah/melacurkan dirinya
dengan memasang bendera khusus di depan pintu sebagai tanda.Perzinaan
mewarnai setiap lapisan masyarakat dan sedikit dari kaum laki-laki dan
wanita yang memang masih memiliki keagungan jiwa.Wanita
diperjualbelikan secara semena-mena, kadang-kadang diperlakukan
layaknya benda mati dan akhirnya ketika tua, tidak ada baginya doa
apalagi bakti dari anak-anaknya.
Alhamdulillah
Islam datang mengangkatnya, menjadikannya mulia sejak kecil, dewasa
hingga masa tuanya.Tidak terdengar lagi ada bayi wanita yang dibunuh,
kehormatannya terjaga dengan balutan baju yang menutupi aurotnya,
diberikan hak untuk berpendapat dalam pernikahanya, bahkan diutamakan
tiga kali melebihi kaum pria dalam keluarga.Dan sesudah tutup usia
didoakan putra-putranya agar mendapat ampunan dari Rabnya. Itulah
zaman keemasan Islam, yang setiap muslimah dan mukminah kala itu dapat
merasakan perbedaannya, setelah merasa asing dan terasing dari kaumnya.
Zaman
begitu cepat bergulir, keadaan pun tidak selalu sama.Keadaan kaum
muslimin menjadi lemah -dan Allah lah yang Maha Mengetahui keadaan
hambaNya- ini disebabkan jauhnya mereka dari asal kemulian, ketinggian
dan kekuatan mereka. Dikoyaklah kesucian mereka oleh umat yang lain,
dirampas kehormatan dan hartanya, lebih dari itu musuh Islam mampu
membuat kebanyakan muslimah melepaskan mahkota malu dari dirinya, bahkan
melepaskan dari agamanya secara keseluruhan, laa haula wa laa quwwata illa billah.
Pada
hari ini lebih jelas gambaran keterasingan yang di landa kaum
muslimah, ketika muslimah memandang masyarakat sekelilingnya ia dapati
seolah-olah ia berada di suatu tempat yang sangat asing, bahkan
masyarakat memandang ia datang dari planet lain.
Ditengah-tengah
keluarganya pun ia merasa asing, dengan balutan jilbab yang syar’i
bapak ibunya tidak berkenan, untuk thalabul ‘ilmi(pergi kajian)
dilarangnya, bahkan bertemu dengan teman-temannya yang shalihah pun
diawasi. Padahal semuanya dilakukan untuk mendapat ridha Ilahi.
Di
rumah suaminya ia merasakan keterasingan diatas keterasingan, tertipu
ketika berta’aruf, disangkanya pemuda yang benar-benar meniti jalan
kebenaran pada awalnya, namun setelah mengarungi bahtera, terbalik
hatinya kemudian meminta istrinya yang mencoba menjadi wanita surga
untuk membalik hatinya juga dan melepas hijabnya bahkan menekan dan
mengancamnya wa laa haula wa laa quwwata illa billah.
Inilah zaman ghurbah(keterasingan) yang kedua, sebagaimana telah diberitakan oleh kekasih Allah Muhammad shollallahu’alaihi wasallam :
بَدَأَالإِسْلاَمُغَرِيباًثُمَّيَعُودُغَرِيباًكَمَابَدَأَفَطُوبَىلِلْغُرَبَاءِ».
قِيلَيَارَسُولَاللَّهِوَمَنِالْغُرَبَاءُقَالَ«الَّذِينَيُصْلِحُونَإِذَافَسَدَالنَّاسُ
“Islam
datang dalam keadaan asing lalu akan kembali asing sebagaimana
bermula, maka beruntunglah orang yang asing”. Ada yang bertanya, “Wahai
Rasulullah, siapakah orang yang asing itu?” Beliau menjawab,
“Orang-orang yang tetap shalihsaat manusia telah rusak.”(HR. Ahmad).
Dalam riwayat yang lain :
أُناَسٌصَالِحُوْنَفِيأُنَاسٍسُوْءٍكَثِيْرٍ،مَنْيَعْصِيْهِمْأَكْثَرُمِمَّنْيُطِيْعُهُمْ
“Orang-orang
shalih yang berada di tengah-tengah orang-orang jahat yang banyak,
yang mengingkari mereka jumlahnya lebih banyak daripada yang menta’ati
mereka.”(HR. Ahmad)
Itulah
sifat orang asing yang beruntung, mereka adalah generasi shalih dan
menjadikan yang lain ikut shalih, tidak banyak yang mengikuti bahkan
yang banyak adalah yang memusuhi, namunmereka selalu bergerak berdakwah
kepada manusia mengajak kepada agama yang mulia ini.
Ketahuilah
saudariku muslimah, bahwa dunia dan segala perhiasannya akan cepat
sirna, kita kan ditanya dihapan Rabbuna segala perkara, baik yang kecil
maupun yang besar, telah bersabda Nabi Kita :
لَاطَاعَةَلِمَخْلُوقٍفِيمَعْصِيَةِاللَّهِعَزَّوَجَلَّ
“Tidak ada ketaatan kepada mahkluq dalam bermaksiat kepada Allah ‘azza wajalla.”(HR. ahmad)
Ridha
siapakah yang kita cari, manusiakah? sehingga kita rela meninggalkan
ajaran agama hanya karena taat kepada mahluk yang berupa masyarakat,
keluarga dan suami yang memaksa. Padahal telah diingatkan oleh
Rasulullah SAW :
مَنْالْتَمَسَرِضَااللَّهِبِسَخَطِالنَّاسِكَفَاهُاللَّهُمُؤْنَةَالنَّاسِوَمَنْالْتَمَسَرِضَاالنَّاسِبِسَخَطِاللَّهِوَكَلَهُاللَّهُإِلَىالنَّاسِ
“Barangsiapa
yang mencari keridhoan Allah sekalipun memperoleh kebencian manusia,
Allah akan mencukupkan dia dari ketergantungan kepada manusia dan
barangsiapa yang mencari keridhoan manusia dengan mendatangkan
kemurkaan dari Allah, maka Allah akan menjadikannya bergantung kepada
manusia”.(HR. At Tirmidzi ))
Jagalah
keterasingan agamamu, genggamlah ia meski mungkin sepanas bara api
rasanya. Janganlah engkau jual agama dan dirimu dengan dunia, ingatlah
bahwa dunia adalah penjara bagi mukmin, dan surganya orang-orang kafir.
Allah Ta’ala berfirman :
“Barangsiapa
bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan
keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.
dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan
mencukupkan (keperluan)nya”.(QS. Ath Thalaq:2-4)
Ingatlah
balasan bagi orang-orang yang asing dari generasi awmal yang melihat
beliau maupun genersi belakangan yang beriman dan tidak melihat beliau :
طُوبَىلِمَنْرَآنِيوَآمَنَبِيثُمَّطُوبَىثُمَّطُوبَىثُمَّطُوبَىلِمَنْآمَنَبِيوَلَمْيَرَنِيقَالَلَهُرَجُلٌوَمَاطُوبَىقَالَشَجَرَةٌفِيالْجَنَّةِ
“Beruntunglah
orang yang melihat dan beriman kepadaku, kemudian beruntunglah,
beruntunglah dan beruntunglah orang yang beriman kepadaku dan dia belum
pernah melihatku.” Laki-laki tersebut berkata; “Apakah keberuntungan
orang tersebut?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab:
“Sebuah pohon di surga.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban).
Semoga
Allah selalu meberikan kesabaran dalam menjalankan keta’atan dan
kesabaran dalam menghadapi ujian dan tekanan, dan mamasukkan kita
kedalam generasi asing yang dimaksud oleh Rasulullah SAW. Amin.
(Taufiq el Hakim, Lc.) ar-risalah
SUMBER:
0 komentar:
Posting Komentar
Please Leave Your Comment :)